------------------------------------------------- tracking code - googleanalitic ------------------------------------------

Sabtu, 22 Mei 2010

PRICE EARNING RATIO (PER)

Salah satu indikator yang sering dipergunakan dalam analisa fundamental adalah price earning ratio (PER). Baik investor maupun kalangan analis menjadikan PER sebagai pisau analisis yang cukup diandalkan. Maklum, pisau analisis ini secara teknis dan metodologi tidak sulit diterapkan. Bahkan oleh investor pemula sekalipun.

Secara sederhana PER berarti perbandingan antara harga di pasar dengan laba bersih per saham (earning per share - EPS). Dengan hanya melihat ratio ini saja sebenarnya pelaku pasar sudah bisa membuat perbandingan mana saham yang bagus diantara saham yang ada.

Besaran PER juga menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan sebuah investasi hingga mencapai titik break event point (BEP). Jika sebuah perusahaan sahamnya diperdagangkan dengan PER 10 kali misalnya, itu berarti - dengan semua laba bersih dibagikan sebagai dividen - masa investasi butuh waktu 10 tahun untuk mencapai titik impas atau BEP. Tapi pemahaman ini hanya di atas kertas belaka, mengingat tidak ada satupun perusahaan yang selalu membagikan seluruh atau 100% laba bersihnya sebagai dividen.

Meski nampak sederhana namun untuk menerapkan PER sebagai alat analisis perlu sedikit hati-hati. Karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan PER sebagai pisau analisis, yakni :

1. Nilai PER itu sendiri. Dengan menyimak definisi dan pemahaman di atas maka semakin rendah nilai PER berarti harga saham perusahaan semakin murah. Jika dua perusahaan misalnya PT ABC sahamnya diperdagangkan dengan PER 12, dan PT XYZ sahamnya ditransaksikan dengan PER 15 maka dengan cepat bisa disimpulkan bahwa harga saham XYZ lebih mahal dibandingkan saham ABC.

2. Menggunakan PER sebagai alat analisis, maka Anda jangan mudah terkecoh nilai atau harga nominal di pasar. Saham A yang diperdagangkan di harga Rp 5.000 belum tentu lebih mahal dibandingkan dengan saham B yang harganya hanya Rp 500. Ingat bahwa EPS menjadi acuan utama dalam menghitung PER. Kendati harga saham Rp 5.000 jika EPS-nya Rp 500 maka saham A memiliki PER 10. Sementara saham B meskipun harga pasarnya Rp 500, jika EPSnya hanya Rp 20 maka PER-nya 25. Artinya saham B yang Rp 500 lebih mahal dari saham A yang Rp 5.000.

3. Perhatikan basis penggunaan nilai laba bersih, apakah mengacu pada data tahun buku yang sudah lewat atau data historis ataukah data proyeksi. Membuat perbandingan PER satu perusahaan dengan perusahaan lain harus dilakukan berdasarkan periode data yang sama. Karena investasi di saham lebih banyak berkaitan dengan ekspektasi biasanya data yang dipergunakan adalah data proyeksi.

4. Sektor perusahaan yang dibandingkan adalah sektor yang sama. Jangan sampai Anda membandingkan PER saham sektor telekomunikasi dengan PER saham sektor perbankan. Perbandingan seperti ini bukanlah perbandingan aple to aple.

5. Likuiditas saham. Bisa jadi dalam satu sektor ada dua atau lebih saham yang memiliki PER tidak jauh berbeda. Misalnya perusahaan X dengan PER 14 dan perusahaan Y dengan PER 15. Di atas kertas saham perusahaan X lebih murah disbanding saham perusahaan Y. Namun dalam aktifitas sehari-hari saham Y lebih likuid dibanding saham X. Dalam kondisi seperti ini bukan tidak mungkin investor lebih memilih saham Y karena likuiditasnya lebih bagus.

Sekali lagi bahwa PER hanyalah salah satu indikator dalam analisa fundamental. Masih banyak indikator fundamental lainnya yang juga kerap dipergunakan untuk membuat keputusan investasi di saham. Namun, dengan memahami PER lebih dalam kita akan  memiliki bekal lebih baik dalam menentukan pilihan investasi di Pasar Modal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan meninggalkan komentar anda sebagai tanda mata bagi kami.
mohon dengan sangat untuk tidak meninggalkan komentar yang berbau pornografi dan SARA.
eTrimakasih telah mampir di rumah kami dan telah bermurah hati, untuk memberikan komentar pada artikel-artikel kami

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails