------------------------------------------------- tracking code - googleanalitic ------------------------------------------

Sabtu, 05 Juni 2010

Untukmu Ibuku Tersayang

“ Aku melihat sorot mata yang menatap tajam tubuh rapuhku, dan aku rasakan hangatnya kasih sayang dari tatapmu. Saat aku harus terpaksa tersungkur dalam perjalanan, saat aku harus menangis dalam keta’mengertian. Sekejap, bahagia mengalir dalam aliran darahku. Karena setiap kata yang kau ucap, bagai suntikan darah baru yang menggantikan darah pengecutku, menggantikan darah kerapuhanku.

Sekarang aku jauh darimu, disudut kota yang aku tak mengenalnya. Dan jarang sekali aku melihat tatapan itu lagi, jarang sekali aku menikmati senyum manis yang sejukkan hati. Tapi indah senandungmu masih terngiang dalam sisi ruang telingaku, dan tak akan pernah aku hapus. Kau tau….? Disini aku-pun kadang terjatuh, aku tak mampu menahan hempasan kesedihan yang terkadang sangat kejam menerpaku. Tapi setidaknya aku masih menyimpan kidung yang pernah kau lantunkan untukku, hingga bisa selalu aku dengar. Aku masih punya rangkaian kata indahmu, untuk selalu aku resapi. Dengan itulah aku kembali berdiri, kembali menatap apa yang aku cari.

Meski saat ini kita tak bersama, tapi indah kasihmu masih membelai lembut hati. Meski tubuhmu saat ini tak ada disampingku, tapi hangat pelukmu masih terasa, saat dingin menyelimuti.

Aku hanya tak ingin menyakitimu, aku takut air mata menetes dari mata indahmu hanya karena ketidakwarasanku. Aku akan tetap berusaha menjaga hatiku untukmu, aku akan tetap menjaga kasih sayangmu. Karena kasih sayangmu sangat aku butuhkan dalam setiap jejak langkahku, karena manisnya senyummu, hangatnya pelukmu, akan selalu membawa angin sejuk untukku. Dan percayalah, aku akan tetap menjadi anak terbaikmu. untukmu IBU ” .

Aku menangis saat selesai menulis coretan itu. Rasa rindu yang sangat, membuat aku tidak mampu lagi membendung air mata yang sudah menggenang. Sudah hampir satu tahun aku tidak pulang, sudah sepuluh bulan pula aku tidak bertemu dengan ibu. Tangan ku mengambil HP yang letaknya tidak jauh dari aku duduk, aku mau tanya kabar Ibu sama adikku. Jempol tanganku dengan cepat menekan tombol- tombol HP, karena hatiku sudah tidak sabar lagi ingin mendengar kabar Ibu. “ Assalamu’alaikm. Dek, pa kbr?. Gmna kbr Ibu ? “, sebuah sms singkat yang aku kirim untuk adikku.

Aku menuju ketempat tidur untuk merebahkan badanku, karena sudah terlalu lama memandangi monitor dan mata yang memerah karena tangisan. “gimana ya wajah Ibu sekarang ?, ah…pasti masih cantik seperti sepuluh bulan lalu.”, fikiranku bertanya- tanya sambil membayangkan raut Ibu. “kok lama ya, adikku kemana ?. Apa jangan- jangan gak ada pulsa lagi”, fikiranku masih belum tenang. Aku menarik nafas panjang sambil tetap membayangkan raut Ibu, dengan mata yang tersu menatap langit- langit kamar. Lama- lama mataku mulai terpejam, tidak sabar menunggu balasan sms dari adikku hingga aku ketiduran.

“Bangun nak…!, kapan kamu pulang ?, kok Ibu tidak lihat kamu pulang ?” suara Ibu terdengar merdu ditelingaku. “ayo bangun, kamu tidak mau memeluk Ibu?”, suara Ibu terus terdengar tapi aku tidak melihat beliau. “Ibu dimana ?”, aku mancoba bertanya. Suara yang merdu itu lama kelamaan mulai lirih terdengar, dan akhirnya tidak lagi terdengar. “kriiiiinggggg”, suara HPku berbunyi tidak begitu keras. Tapi getarannya sangat besar, hingga sangat terasa. “ Astaghfirullah…!!! ”, aku kaget karena getaran HP yang letaknya pas disamping telingaku. Ternyata suara Ibu hanya dalam mimpi, dan aku menarik nafas panjang. Tatapan mataku tertuju pada HP, dia yang membuat aku tidak bertemu Ibu dalam mimpi tadi. Aku ambil HP itu, lantas aku baca sms yang masuk tadi. “Wa’alaikumslm.Alhamdllh aq sht mas, bgtu jga dgn Ibu. oh ya, mas dpt slm dr Ibu. kta bliau slm syng & kgn. Ibu jg nnya kpn mas pulg?”, isi sms dari adikku yang kembali membuat air mataku menetes. Aku juga kangen sama Ibu, aku juga ingin pulang. Tapi harus menunggu hingga lebaran tiba. harus nunggu libur kerja ku dulu baru bisa pulang. Tanganku menyeka air mata yang terus saja mengalir, diiringi isakkan sendu dari mulutku.

Aku menoleh ke arah jam dinding, “Astaghfirullah…, aku belum sholat asar”. Karena ketiduran, sholat asarku jadi gak tepat waktu. Kakiku langsung melangkah ke kamar mandi untuk mandi dan wudlu, meski aku masih merasakan lelah. Selesai wudlu, aku menunaikan kewajibanku kepada Sang Khaliq. Setelah selesai sholat dan dzikir yang lumayan singkat, air mataku kembali menetes. “ Ya Rabb, ampuni segala dosaku dan ampuni pula dosa kedua orang tuaku. Berikan mereka kesehatan, berikan mereka lapang dada karena harus jauh dari aku. Berilah aku kesabaran, karena aku harus jauh dari mereka. Terutama Ibu yang sangat dekat denganku, dan sangat aku sayangi.”.

Kata- katamu adalah kidung, yang selalu aku dengarkan saat aku merasa rindu padamu. Suaramu adalah obat bagiku, saat aku harus terluka oleh kejamnya kehidupan. Ucapanmu adalah nada, yang selalu menemani dalam setiap langkahku. Sentuhanmu adalah makna, yang selalu menegurku saat aku salah melangkahkan kaki. Pelukanmu adalah kehangatan, yang selalu menemaniku saat dingin menyapaku. Tatapanmu adalah surga, yang membuat aku takut untuk mebuat tatapmu layu. Untukmu Ibu, akan aku berikan yang terbaik...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan meninggalkan komentar anda sebagai tanda mata bagi kami.
mohon dengan sangat untuk tidak meninggalkan komentar yang berbau pornografi dan SARA.
eTrimakasih telah mampir di rumah kami dan telah bermurah hati, untuk memberikan komentar pada artikel-artikel kami

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails